Mengenai Saya

Foto saya
suka membaca buku horor suka tantangan......

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Sosial Budaya Provinsi Kalimantan Selatan

Penduduk asli Kalimantan Selatan umumnya suku bangsa Banjar yang intinya terdiri dari sub suku, yaitu Maayan, Lawangan dan Bukiat yang mengalami percampuran dengan suku bangsa Melayu, Jawa dan Bugis. Identitas utama yang terlihat adalah bahasa Banjar sebagai media umum.  Penduduk pendatang seperti Jawa, Melayu, Madura, dan Bugis sudah lama datang ke Kalimantan Selatan. Suku bangsa Melayu datang sejak zaman Sriwijaya atau sebagai pedagang yang menetap, suku bangsa Jawa datang pada periode Majapahit bahkan sebelumnya, dan orang Bugis datang mendirikan kerajaan Pegatan di masa lalu.


Suku-suku Maayan, Lawangan, Bukit, dan Ngaju dipengaruhi oleh kebudayaan  Melayu dan Jawa, dipersatukan oleh kerajaan yang beragama Buddha, Hindu dan terakhir Islam, dari kerajaan Banjar, sehingga menumbuhkan suku bangsa Banjar yang berbahasa Banjar. Kerajaan banjar pada abad ke-16 dan 17 sudah mengadakan hubungan dengan kesultanan Demak dan Mataram. Kerajaan inipun tidak luput incaran bangsa asing seperti Belanda dan Inggris yang silih berganti mendatangi pelabuhan Banjar.

Ketika terjadi perlawanan terhadap Belanda pada abad ke 29, tampil pemimpin-pemimpin seperti Sultan Hidayat dan Pangeran Antasari menghadapi Belanda.

Masyarakat adat Kalimantan Selatan terutama suku Banjar mengenal berbagai upacara adat yang berkenaan dengan kehidupan manusia. Sejak masih dalam kandungan hingga saat kematian. Misalnya adanya adat berpantang bagi wanita hamil, upacara Bapalas bidan, yakni ketika bayi yang dilahirkan berumur 40 hari dan sekaligus memberikan nama, upacara perkawianan terdiri dari beberapa tahap, sejaka Babasasuluh yaitu mencari data-data tentang calon istri, Badatang yakni melamar, Bantar Patalian yaitu acara penyerahan seperangkat barang atau mas kawin, Qur’an dan puncak upacara adalah pengantin Batatai atau bersanding. Terakhir adalah upacara Pemakanan Pengantin yaitu kedua mempelai menjalani bulan madu, selama 7 hari 7 malam hanya makan dan minum di balik tabir tertutup.

Pada masyarakat Banjar berkembang seni sastra dan seni suara yang indah, yang semula dari pergaulan sehari-hari di anatara mereka saling sindir menyindir kadang-kadang dengan bahasa syair dan pantun-pantun dan ada kalanya bersifat humor di antara muda-mudinya. Sindir menyindir ini lama kelamaan berkembang menjadi seni sastra yang indah hingga kini misalnya pepatah-pepatah.

Di dalam seni rupa, suku Banjar mengenal sulaman-sulaman yang indah yang biasanya sebagai pelengkap peralatan upacara seni ukir, terdapat pada ukiran kayu pada bangunan rumah atau mesjid, juga pada kerajinan barang-barang dari Kuningan seperti tempat sirih, peludahan, bokor, kapit, abun dan sebagainya. Anyaman dari pandan ataupun rotan umumnya di kerjakan oleh wanita untuk mengisi waktu senggang berkembang pula di daerah lain.

Untuk seni bangunan terutama bangunan rumah, masyarakat suku Banjar sudah memiliki arsitektur yang cukup tinggi nilainya. Rumah-rumah tradisional berupa rumah panggung dengan atap yang menjulang tinggi. Dar samping bila di lihat seperti piramide. Ruamh-rumah panggung tersebut berbeda satu sama lainnya karenanya, dapat diketahui status sosial pemiliknya. Dahulu rumah-rumah tersebut dibedakan dalam beberapa golongan atas, seperti bangsawan, ulama, pedagang mempunyai rumah bubungan tinggi yang disebut gajah baliku, palimasan palimbangan, gajak manyusu, rumah balai laki, dan rumah balai bini. Sedangkan bagi kebanyakan rumah adalah rumah cacak burung, rumah tadah alas, rumah gudang atau pondok biasa. Rumah bagi orang biasa umumnya berbentuk segi empat silang atau segi empat memanjang.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar