1 Banjet : Pertunjukan rakyat di daerah Jawa Barat bagian utara.
2 Kethoprak : Hidup di daerah Jawa Tengah, ceritanya diambil dari sejarah atau babad zaman raja-raja dahulu.
3 Laes/rintren : Permainan rakyat yang mengandung unsur kegaiban di daerah Jawa Tengah.
4 Lengguk : Seperti rudat, di daerah Jawa Tengah.
5 Lenong : Seperti ludruk, hidup di daerah Jakarta.
6 Ludruk : Hidup di daerah Jawa Timur, ceritanya merupakan kejadian sehari-hari atau mengambil tokoh-tokoh tertentu.
7 Makyong : Pertunjukan rakyat di daerah Riau, pelakunya memakai topeng dan kuku buatan yang panjan.
8 Mamanda : Pertunjukan rakyat di daerah Kalimantan. lebih hanyak bersifat komedi.
9 Opak Alang : Kethoprak yang diiringi rebana, di Java Tengah bagian Utara.
10 Randai : Nyanyian yang disertai gerak tari dan silat dari daerah Sumatra Barat.
11 Reog : Dari daerah Ponorogo, Jawa Timur. Permainannya memakai topeng kepala macan. Di hiasi bulu-bulu merak, sering disertai dengan kuda kepang.
12 Rudat : Seni tari dan nyanyian yang diiringi bana, di daerah Jawa Barat. Lagu-lagunya berisi ajaran agama Istam.
13 Srandul : Seperti ketoprak, tetapi tebih sederhana, cukup dimainkan di halaman rumah, hidup di daerah Jawa Tengah.
14 Tarling : Seperti ludruk yang hidup di daerah Cirebon, Jawa Barat.
15 Wayang Golek : Hidup di daerah Jawa Tengah, dimainkan oleh seorang dalang.
16 Wayang Kulit : Hidup di daerah Jawa Tengah dimainkan oleh seorang dalang
17 Wayang orang : Hidup di daerah Jawa Tengah, ceritanya diambil dan Mahabarata atau Ramayana.
budaya seni Pertunjukan atau teater rakyat
Perkembangan Budaya Indonesia
Seorang pengamat memberikan argumennya tentang kebudayaan indonesia modern. Dia mengatakan bahwa kebudayaan Indonesia modern dimulai ketika bangsa Indonesia merdeka. Bentuk dari deklarasi ini menjadikan bangsa Indonesia tidak dalam kekangan dan tekanan. Dari sini bangsa Indonesia mampu menciptakan rasa dan karsa yang lebih sempurna.
Kebudayaan Indonesia yang multikultur seperti itu, ketika dikaji dari sisi dimensi waktu, dapat dibagi pula pengertiannya :
1.Pertama, kebudayaan (Indonesia) adalah kebudayaan yang sudah terbentuk. Definisi ini mengarah kepada pengertian bahwa kebudayaan Indonesia adalah keseluruhan pengetahuan yang tersosialisasi/internalisasi dari generasi-generasi sebelumnya, yang kemudian digunakan oleh umumnya masyarakat Indonesia sebagai pedoman hidup. Jika dilacak, kebudayaan ini terdokumentasi dalam artefak/atau teks. Melihat kebudayaan dari sisi ini, kita akan mudah terjebak kepada dua hal. Pertama, apa yang sudah ada itu diterima sebagai sesuatu yang sudah baik bahkan paripurna. Ungkapan seperti kebudayaan Jawa adalah kebudayaan yang adiluhung, merupakan contoh terbaiknya. Di sini, apa yang disebut kebudayaan adalah dokumen text (Jawa termasuk sastra-sastra lisan) yang harus dijadikan pedoman kalau kita tidak ingin kehilangan ke-jawa-annya. Ungkapan: “ora Jawa” atau “durung Jawa” adalah ungkapan untuk menilai laku (orang Jawa) yang sudah bergeser dari text tersebut.
2.Kedua, kebudayaan (Indonesia) adalah kebudayaan yang sedang membentuk. Pada definisi kedua ini menjelaskan adanya kesadaran bahwa sebetulnya, tidak pernah (baca: terlalu sedikit) ada masyarakat manapun di dunia ini yang tidak bersentuhan dengan kebudayaan dan peradaban lain, termasuk kebudayaan Indonesia atau kebudayaan Jawa. Hanya saja ada pertanyaan serius untuk memilih definisi kedua ini, yaitu bagaimana lalu kebudayaan kita berdiri tegak untuk mampu menyortir berbagai elemen kebudayaan asing yang cenderung capitalism yang notabene, dalam batas-batas tertentu, negative (baca: tidak cocok)? Pada saat yang sama, kebudayaan global yang kapitalistik itu, telah masuk ke berbagai relung-relung kehidupan masyarakat “tanpa” bisa dicegah. Kalau begitu, pertanyaannya ialah: membatasi, menolak, atau mengambil alih nilai-nilai positif yang ditawarkan. Persoalan seperti ini dulu sudah pernah menjadi perdebatan para ahli kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan oleh Armen Pane dkk versus Sutan Takdir Alisyahbana (Lihat pada buku Polemik Kebudayaan), dan sampai sekarang pun sikap kita tidak jelas juntrungnya.
3.Ketiga, adalah kebudayaan (Indonesia) adalah kebudayaan yang direncanakan untuk dibentuk. Ini adalah definisi yang futuristic, yang perlu hadir dan dihadirkan oleh warga bangsa yang menginginkan Indonesia ke depan HARUS LEBIH BAIK. Inilah yang seharusnya menjadi focus kajian serius bagi pemerhati Indonesia, wa bil khusus para mahasiswa dan dosen-dosen ilmu budaya.
Kondisi sosial budaya Indonesia saat ini adalah sebagai berikut :
1.Bahasa, sampai saat Indonesia masih konsisten dalam bahasa yaitu bahasa Indonesia. Sedangkan bahasa-bahasa daerah merupakan kekayaan plural yang dimiliki bangsa Indonesia sejak jaman nenek moyang kita. Bahasa asing (Inggris) belum terlihat popular dalam penggunaan sehari-hari, paling pada saat seminar, atau kegiatan ceramah formal diselingi denga bahasa Inggris sekedar untuk menyampaikan kepada audien kalau penceramah mengerti akan bahasa Inggris.
2.Sistem teknologi, perkembangan yang sangat menyolok adalah teknologi informatika. Dengan perkembangan teknologi ini tidak ada lagi batas waktu dan negara pada saat ini, apapun kejadiannya di satu negara dapat langsung dilihat di negara lain melalui televisi, internet atau sarana lain dalam bidang informatika.
3.Sistem mata pencarian hidup/ekonomi. Kondisi pereko-nomian Indonesia saat ini masih dalam situasi krisis, yang diakibatkan oleh tidak kuatnya fundamental ekonomi pada era orde baru. Kemajuan perekonomian pada waktu itu hanya merupakan fatamorgana, karena adanya utang jangka pendek dari investor asing yang menopang perekonomian Indonesia.
4.Organisasi Sosial. Bermunculannya organisasi sosial yang berkedok pada agama (FPI, JI, MMI, Organisasi Aliran Islam/Mahdi), Etnis (FBR, Laskar Melayu) dan Ras.
5.Sistem Pengetahuan. Dengan adanya LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) diharapkan perkembangan pengetahuan Indonesia akan terus berkembang sejalan dengan era globalisasi.
6.Religi. Munculnya aliran-aliran lain dari satu agama yang menurut pandangan umum bertentangan dengan agama aslinya. Misalnya : aliran Ahmadiyah, aliran yang berkembang di Sulawesi Tengah (Mahdi), NTB dan lain-lain.
7.Kesenian. Dominasi kesenian saat ini adalah seni suara dan seni akting (film, sinetron). Seni tari yang dulu hampir setiap hari dapat kita saksikan sekarang sudah mulai pudar, apalagi seni yang berbau kedaerahan. Kejayaan kembali wayang kulit pada tahun 1995 – 1996 yang dapat kita nikmati setiap malam minggu, sekarang sudah tidak ada lagi. Seni lawak model Srimulat sudah tergeser dengan model Extravagansa. Untuk kesenian nampaknya paling dinamis perkembangannya.
8.Sedang menghadapi suatu pergeseran-pergeseran atau \"Shirf\" budaya. Hal ini mungkin dapat difahami mengingat derasnya arus globalisasi yang membawa berbagai budaya baru serta ketidak mampuan kita dalam membendung serangan itu dan mempertahankan budaya dasar kita.
2.DAMPAK BAGI MASYARAKAT
Kebudayaan Indonesia adalah serangkaian gagasan dan pengetahuan yang telah diterima oleh masyarakat-masyarakat Indonesia (yang multietnis) itu sebagai pedoman bertingkahlaku dan menghasilkan produks-produk kebudayaan itu sendiri. Hanya persoalannya, ide-ide dan pengetahuan masyarakat-masyarakat Indonesia juga mengalami perubahan-perubahan, baik karena factor internal maupun eksternal.
Berikut dampak kebudayaan Indonesia bagi masyarakat, antara lain:
1.Pengaruh Positif dapat berupa :
1.Peningkatan dalam bidang sistem teknologi, Ilmu Pengetahuan, dan ekonomi.
2.Terjadinya pergeseran struktur kekuasaan dari otokrasi menjadi oligarki.
3.Mempercepat terwujudnya pemerintahan yang demokratis dan masyarakat madani dalam skala global.
4.Tidak mengurangi ruang gerak pemerintah dalam kebijakan ekonomi guna mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
5.Tidak berseberangan dengan desentralisasi.
6.Bukan penyebab krisis ekonomi.
2.Pengaruh Negatif berupa :
1.Menimbulkan perubahan dalam gaya hidup, yang mengarah kepada masyarakat yang konsumtif komersial. Masyarakat akan minder apabila tidak menggunakan pakaian yang bermerk (merk terkenal).
2.Terjadinya kesenjangan budaya. Dengan munculnya dua kecenderungan yang kontradiktif. Kelompok yang mempertahankan tradisi dan sejarah sebagai sesuatu yang sakral dan penting (romantisme tradisi). Dan kelompok ke dua, yang melihat tradisi sebagai produk masa lalu yang hanya layak disimpan dalam etalase sejarah untuk dikenang (dekonstruksi tradisi/disconecting of culture).
3.Sebagai sarana kompetisi yang menghancurkan. Proses globalisasi tidak hanya memperlemah posisi negara melainka juga akan mengakibatkan kompetisi yang saling menghancurkan.
4.Sebagai pembunuh pekerjaan. Sebagai akibat kemajuan teknologi dan pengurangan biaya per unit produksi, maka output mengalami peningkatan drastis sedangkan jumlah pekerjaan berkurang secara tajam.
5.Sebagai imperialisme budaya. Proses globalisasi membawa serta budaya barat, serta kecenderungan melecehkan nilai-nilai budaya tradisional.
6.Globalisasi merupakan kompor bagi munculnya gerakan-gerakan neo-nasionalis dan fundamentalis.. Proses globalisasi yang ganas telah melahirkan sedikit pemenang dan banyak pecundang, baik pada level individu, perusahaan maupun negara. Negara-negara yang harga dirinya diinjak-injak oleh negara-negara adi kuasa maka proses globalisasi yang merugikan ini merupakan atmosfer yang subur bagi tumbuhnya gerakan-gerakan populisme, nasionalisme dan fundamentalisme.
7.Malu menggunakan budaya asli Indonesia karena telah maraknya budaya asing yang berada di wilayah Indonesia.
Budaya yang hilang
Rasa Sayange atau Rasa Sayang-Sayange adalah lagu daerah yang berasal dari Maluku, Indonesia. Lagu ini merupakan lagu daerah yang selalu dinyanyikan secara turun-temurun sejak dahulu untuk mengungkapkan rasa sayang mereka terhadap lingkungan dan sosialisasi di antara masyarakat Maluku.
Lagu ini digunakan oleh departemen Pariwisata Malaysia untuk mempromosikan kepariwisataan Malaysia, yang dirilis sekitar bulan Oktober 2007. Sementara Menteri Pariwisata Malaysia Adnan Tengku Mansor mengatakan bahwa lagu Rasa Sayange merupakan lagu kepulauan Nusantara (Malay archipelago)[1], Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu bersikeras lagu “Rasa Sayange” adalah milik Indonesia karena ia merupakan lagu rakyat yang telah membudaya di provinsi Maluku sejak leluhur, sehingga klaim Malaysia itu adalah salah.
Rasa terambilnya desain garafis perak asli Bali ini muncul ketika seorang warga bali yang menjaul hasil karyanya ke konsumen luar negeri. Namun tanpa diketahui konsumentersebut malah mematenkan hasil karya tersebut sebagai desain dari luar negeri, sehingga ketika warga Bali ini hendak mengekspor hasil karyanya ternyata dia harus beurusan dengan WTO karena dianggap telah melanggar Trade Related Intellectual Property Rights (TRIPs). Sesungguhnya desain tersebut telah dimiliki dan merupakan warisan dari leluhur masyarakat Bali itu sendiri. Namun ada juga kejadian perebutan hak paten yang terjadi di dalam negeri ini sendiri yang dimana kedua belah pihak telah mematenkan hak ciptanya. Namun salah satu pihak menganggap bahwa karya lainnya merupakan plagiat dari hasil karya yang telah mereka buat.
Dikisahkan di dalam Asal Usul Reog Ponorogo telah terjadi pertempuran antara Raja Ponorogo dengan Singa Barong penjaga hutan Lodoyo. Pujangga Anom nama raja itu telah membangunkan dan membuat marah singa tersebut, karena mencuri 150 anak macan dari hutan Lodoyo. Anak-anak macan itu rencananya akan dia gunakan sebagai mas kawin pernikahannya dengan seorang puteri dari Raja Kadiri. Pertempuran antara Pujangga Anom dan singa penjaga hutan Lodoyo kemudian tak terelakkan. Kisah itu lalu menjadi legenda pada rakyat Ponorogo dan sekitarnya tentang keberanian dan ketabahan orang-orang Ponorogo dan diwujudkan dalam bentuk tarian Reog.
Dalam tarian Reog para penari bukan saja menampilkan gerakan-gerakan badan yang mempesona namun juga menyertakan suasana magis. Para penari dipercaya berada dalam keadaaan kesurupan meskipun yang sesungguhnya terjadi mereka mendahului tarian Reog dengan ritual puasa dan semedi. Adegan ketika seorang penari memanggul topeng besar berupa kepala singa yang di atasnya dihiasai dengan bulu merak adalah salah satu contoh kuatnya aroma magis tersebut.
Barongan Malaysia tidak seperti itu dan itulah yang membedakan tarian itu dengan Reog dari Ponorogo. Mungkin tema tariannya agak mirip meskipun harus dikatakan antara keduanya terdapat perberbedaan yang jauh. Namun andai pun dianggap mirip, hal itu hanya terletak pada temanya yang mengusung tema singa atau macan. Tema semacam itu juga bisa dijumpai dalam tarian Sisingaan dari Kuningan Jawa Barat dan Barongsai tarian khas Cina. Dan jika dilihat dari filosofinya, Barongan Malaysia cenderung bernuansa keagaamaan (penyebaran Islam) sementara filosofi Reog adalah keberanian dan ketabahan.
Tercatat ada 19 paten tentang tempe, di mana 13 buah paten adalah milik AS, yaitu: 8 paten dimiliki oleh Z-L Limited Partnership; 2 paten oleh Gyorgy mengenai minyak tempe; 2 paten oleh Pfaff mengenai alat inkubator dan cara membuat bahan makanan; dan 1 paten oleh Yueh mengenai pembuatan makanan ringan dengan campuran tempe. Sedangkan 6 buah milik Jepang adalah 4 paten mengenai pembuatan tempe; 1 paten mengenai antioksidan; dan 1 paten mengenai kosmetik menggunakan bahan tempe yang diisolasi. Paten lain untuk Jepang, disebut Tempeh, temuan Nishi dan Inoue (Riken Vitamin Co. Ltd) diberikan pada 10 Juli 1986. Tempe tersebut terbuat dari limbah susu kedelai dicampur tepung kedele, tepung terigu, tepung beras, tepung jagung, dekstrin, Na-kaseinat dan putih telur.
Makanan Daerah yang tergantikan oleh makanan dari Luar Negeri
Sekarang ini banyak sekali makanan daerah yang tergantikan terutama didaerah pariwisata. Sebenarnya tidak ada kerugian yang akan dialami oleh negara, namun jika dilaihat dari segi lain maka akan merugikan karena para penerus bangsa mendatang mungkin tidak akan tahu apa makanan daerah yang mereka miliki. Penyebab utamanya yaitu danya investor asing yang ingin memajukan perekonomian daerah pariwisata dengan membangun restoran cepat saji ataupun sejenis kedai junkfood. Masyarakat sekarang ini khususnya anak – anak muda, berpikir makanan daerah sudah ketinggalan jaman sehingga mereka berusaha untuk mengikuti tren yang ada. Semua itu tak lain juga akibat dari globalisasi apalagi sarana dan prasarana telah memadai bahkan terpenuhi.
i. Batik dari Jawa oleh Adidas
ii. Naskah Kuno dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
iii. Naskah Kuno dari Sumetera Barat oleh Pemerintah Malaysia
iv. Naskah Kuno dari Sulawesi Selatan oleh Pemerintah Malaysia
v. Naskah Kuno dari Sulawesi Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
vi. Rendang dari Sumetera Barat oleh Oknum WN Malaysia
vii. Sambal Bajak dari Jawa Tengah oleh Oknum WN Belanda
viii. Sambal Petai dari Riau oleh Oknum WN Belanda
ix. Sambal Nanas dari Riau oleh Oknum WN Belanda
x. Lagu Soleram dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
xi. Lagu Injit-injit Semut dari Jambi oleh Pemerintah Malaysia
xii. Alat Musik Gamelan dari Jawa oleh Pemerintah Malaysia
xiii. Tari Kuda Lumping dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
xiv. Tari Piring dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
xv. Lagu Kakak Tua dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
xvi. Lagu Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
xvii. Lagu Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
xviii. Kursi Taman Dengan Ornamen Ukir Khas Jepara dari Jawa Tengah oleh Oknum WN Perancis
xix. Pigura Dengan Ornamen Ukir Khas Jepara dari Jawa Tengah oleh Oknum WN Inggris
xx. Motif Batik Parang dari Yogyakarta oleh Pemerintah Malaysia
xxi. Produk Berbahan Rempah-rempah dan Tanaman Obat Asli Indonesia oleh Shiseido Co Ltd
xxii. Badik Tumbuk Lada oleh Pemerintah Malaysia
xxiii. Kopi Gayo dari Aceh oleh perusahaan multinasional (MNC) Belanda
xxiv. Kopi Toraja dari Sulawesi Selatan oleh perusahaan Jepang
xxv. Musik Indang Sungai Garinggiang dari Sumatera Barat oleh Malaysia
memahami perbedaan budaya
Budaya adalah suatu alat yang berguna untuk memahami perilaku manusia di seluruh bumi, juga di negeri kita sendiri. Pandangan mengenai konsep ini terutama berasal dari ilmu-ilmu perilaku manusia (behavoiral science) sosiologi, psikologi dan antropologi. Ilmu sosial tersebut mempelajari dan dan menjalaskan kepada kita bagaimana orang-orang berperilaku, mengapa mereka berperilaku demikian dan apa hubungan antar perilaku manusia dan lingkungan.
Pada dasarnya manusia menciptakan budaya atau lingkungan sosial mereka sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka. Kebiasaan, praktik dan tradisi untuk terus hidup dan berkembang diwariskan oleh suatu generasi ke generasi lainnya dalam suatu masyarakat tertentu. Budaya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh setiap faset aktivitas manusia.
Individu sangat cenderung menerima dan mempercayai apa yang dikatakan oleh budaya mereka. Kita dipengaruhi oleh adat dan pengetahuan masyarakat dimana kita tinggal, terlepas dari bagaimana validitas objektif masukan dan penanaman budaya ini pada diri kita.
Fungsi dan hakekat kebudayaan
EB. Taylor (1971) mendefinisikan kebudayaan sebagai kompleks yang mencakup pengetauan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain-lain. Kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Konsepsi diatas mengandung makna bahwa kebudayaan mencakup kesemuannya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Selo Sumarjan dan Soelaeman Soemardi menegaskan bahwa kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
Fungsi Kebudayaan
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Kebutuhan masyarakat bidang spiritual dan materiil sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri.
Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan alamnya.
Pada taraf permulaan, manusia semata-mata bertindak dalam batas-batas untuk melindungi dirinya. Taraf terseut, masih banyak dijumpai pada masyarakat yang hingga kini masih rendah tahap kebudayaannya.
Keadaannya sangat berlainan dengan masyarakat yang sudah kompleks, dimana taraf kebudayaannya lebih tinggi. Hasil kebudayaannya yang berupa teknologi memberikan kemungkinan-kemungkinan yang sangat luas untuk memanfaatkan hasil-hasil alam dan apabila mungkin menguasai alam.
menjaga Keragaman budaya indonesia
Dalam konteks ini pengetahuan budaya akan berisi tentang simbol-simbol pengetahuan yang digunakan oleh masyarakat pemiliknya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungannya. Pengetahuan budaya biasanya akan berwujud nilai-nilai budaya suku bangsa dan nilai budaya bangsa Indonesia, dimana didalamnya berisi kearifan-kearifan lokal kebudayaan lokal dan suku bangsa setempat. Kearifan lokal tersebut berupa nilai-nilai budaya lokal yang tercerminkan dalam tradisi upacara-upacara tradisional dan karya seni kelompok suku bangsa dan masyarakat adat yang ada di nusantara. Sedangkan tingkah laku budaya berkaitan dengan tingkah laku atau tindakan-tindakan yang bersumber dari nilai-nilai budaya yang ada. Bentuk tingkah laku budaya tersebut bisa dirupakan dalam bentuk tingkah laku sehari-hari, pola interaksi, kegiatan subsisten masyarakat, dan sebagainya. Atau bisa kita sebut sebagai aktivitas budaya. Dalam artefak budaya, kearifan lokal bangsa Indonesia diwujudkan dalam karya-karya seni rupa atau benda budaya (cagar budaya). Jika kita melihat penjelasan diatas maka sebenarnya kekayaan Indonesia mempunyai bentuk yang beragam. Tidak hanya beragam dari bentuknya namun juga menyangkut asalnya. Keragaman budaya adalah sesungguhnya kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Cara pandangan terhadap kebudayaan
Kebudayaan sebagai peradaban
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan kata dari "alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang "elit" seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang "berkelas", elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah "berkebudayaan".
Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai orang yang "tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih "alam," dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia. Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan "jalan hidup yang alami" (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap "tidak elit" dan "kebudayaan elit" adalah sama - masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan. Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
Kebudayaan sebagai "sudut pandang umum"
Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme - seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria - mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam "sudut pandang umum". Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara "berkebudayaan" dengan "tidak berkebudayaan" atau kebudayaan "primitif."Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada tahun 50-an, subkebudayaan - kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari kebudayaan induknya - mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan - perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.
Kebudayaan sebagai mekanisme stabilisasi
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.Kebudayaan di antara masyarakat
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender,Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
- Monokulturalisme: Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja sama.
- Leitkultur (kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga dan mengembangkan kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam masyarakat asli.
- Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung dengan kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.
- Multikulturalisme: Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing dan berinteraksi secara damai dengan kebudayaan induk.
pengertian kebudayaan
Wujud kebudayaan daerah di Indonesia
Rumah adat
- Aceh: Rumoh Aceh
- Sumatera Barat : Rumah Gadang
- Sumatera Selatan : Rumah Limas
- Jawa : Joglo
- Papua : Honai
- Sulawesi Selatan : Tongkonang (Tana Toraja), Bola Soba (Bugis Bone), Balla Lompoa (Makassar Gowa)
- Sulawesi Tenggara: Istana buton
- Sulawesi Utara: Rumah Panggung
- Kalimantan Barat: Rumah Betang
- Nusa Tenggara Timur: Lopo
- Maluku : Balieu (dari bahasa Portugis)
Tarian
- Jawa: Bedaya, Kuda Lumping, Reog
- Bali: Kecak, Barong/ Barongan, Pendet
- Maluku: Cakalele, Orlapei, Katreji
- Aceh: Saman, Seudati
- Minangkabau: Tari Piring, Tari Payung, Tari Indang, Tari Randai, Tari Lilin
- Betawi: Yapong
- Sunda: Jaipong, Tari Topeng
- Timor NTT: Likurai, Bidu, Tebe, Bonet, Pado'a, Rokatenda, Caci
- Batak Toba & Suku Simalungun: Tortor
- Sulawesi Selatan: Tari Pakkarena, Tarian Anging Mamiri, Tari Padduppa, Tari 4 Etnis
- Sulawesi Tengah: Dero
- Pesisir Sibolga/Tapteng: Tari Sapu Tangan , Tari Adok , Tari Anak , Tari Pahlawan , Tari Lagu Duo , Tari Perak , Tari Payung
- Riau : Persembahan, Zapin, Rentak Bulian, Serampang Dua Belas
- Lampung : Bedana, Sembah, Tayuhan, Sigegh, Labu Kayu
- Irian Jaya: ( Musyoh, Selamat Datang )
- Nias : Famaena
Lagu
- Jakarta: Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang Kangkung
- Maluku : Rasa Sayang-sayange, Ayo Mama, Buka Pintu, Burung Tantina,Goro-Gorone, Huhatee
- Melayu : Soleram, Tanjung Katung
- Minangkabau : Kampuang nan Jauh di Mato, Kambanglah Bungo, Indang Sungai Garinggiang
- Aceh : Bungong Jeumpa
- Kalimantan Selatan : Ampar-Ampar Pisang
- Nusa Tenggara Timur : Anak Kambing Saya, Oras Loro Malirin, Sonbilo, Tebe Onana, Ofalangga, Do Hawu, Bolelebo, Lewo Ro Piring Sina, Bengu Re Le Kaju, Aku Retang, Gaila Ruma Radha, Desaku
- Sulawesi Selatan : Angin Mamiri
- Sumatera Utara : Anju Ahu, Bungo Bangso, Cikala Le Pongpong, Bungo Bangso, Butet, Dago Inang Sarge,
- Papua/Irian Barat : Apuse
- Sumatera Barat : Ayam Den Lapeh, Barek Solok, Dayung Palinggam, Kambanglah Bungo, Kampuang Nan Jauh Di Mato, Ka Parak Tingga,
- Jambi: Batanghari
- Jawa Barat : Bubuy Bulan, Cing Cangkeling, Es Lilin, Karatagan Pahlawan,
- Kalimantan Barat : Cik-Cik Periuk
- Sumatera Selatan : Cuk Mak Ilang, Dek Sangke, Gending Sriwijaya, Kabile-bile,
- Banten : Dayung Sampan
- Sulawesi Utara : Esa Mokan
- Jawa Tengah : Gambang Suling, Gek Kepriye, Gundul Pacul, Ilir-ilir, Jamuran
- Nusa Tenggara Barat : Helele U Ala De Teang
- Kalimantan Timur : Indung-Indung
- Jambi : Injit-Injit Semut
- Kalimantan Tengah : Kalayar
- Karatagan Pahlawan (Jawa Barat)
- Keraban Sape (Jawa Timur)
- Keroncong Kemayoran (Jakarta)
- Kole-Kole (Maluku)
- Lalan Belek (Bengkulu)
- Lembah Alas (Aceh)
- Lisoi (Sumatera Utara)
- Madekdek Magambiri (Sumatera Utara)
- Malam Baiko (Sumatera Barat)
- Mande-Mande (Maluku)
- Manuk Dadali (Jawa Barat)
- Ma Rencong (Sulawesi Selatan)
- Mejangeran (Bali)
- Mariam Tomong (Sumatera Utara)
- Moree (Nusa Tenggara Barat)
- Nasonang Dohita Nadua (Sumatera Utara)
- O Ina Ni Keke (Sulawesi Utara)
- Ole Sioh (Maluku)
- Orlen-Orlen (Nusa Tenggara Barat)
- O Ulate (Maluku)
- Pai Mura Rame (Nusa Tenggara Barat)
- Pakarena (Sulawesi Selatan)
- Panon Hideung (Jawa Barat)
- Paris Barantai (Kalimantan Selatan)
- Peia Tawa-Tawa (Sulawesi Tenggara)
- Peuyeum Bandung (Jawa Barat)
- Pileuleuyan (Jawa Barat)
- Pinang Muda (Jambi)
- Piso Surit (Aceh)
- Pitik Tukung (Yogyakarta)
- Flobamora, Potong Bebek Angsa (Nusa Tenggara Timur)
- Rambadia (Sumatera Utara)
- Rang Talu (Sumatera Barat)
- Rasa Sayang-Sayange (Maluku)
- Ratu Anom (Bali)
- Saputangan Bapuncu Ampat (Kalimantan Selatan)
- Sarinande (Maluku)
- Selendang Mayang (Jambi)
- Sengko-Sengko (Sumatera Utara)
- Siboga Tacinto (Sumatera Utara)
- Sinanggar Tulo (Sumatera Utara)
- Sing Sing So (Sumatera Utara)
- Sinom (Yogyakarta)
- Si Patokaan (Sulawesi Utara)
- Sitara Tillo (Sulawesi Utara)
- Soleram (Riau)
- Surilang (Jakarta)
- Suwe Ora Jamu (Yogyakarta)
- Tanduk Majeng (Jawa Timur)
- Tanase (Maluku)
- Tapian Nauli (Sumatera Utara)
- Tari Tanggai (Sumatera Selatan)
- Tebe Onana (Nusa Tenggara Barat)
- Te Kate Dipanah (Yogyakarta)
- Tokecang (Jawa Barat)
- Tondok Kadadingku (Sulawesi Tengah)
- Tope Gugu (Sulawesi Tengah)
- Tumpi Wayu (Kalimantan Tengah)
- Tutu Koda (Nusa Tenggara Barat)
- Terang Bulan (Jakarta)
- Yamko Rambe Yamko (Papua)
- Bapak Pucung (Jawa Tengah)
- Yen Ing Tawang Ono Lintang (Jawa Tengah)
- Stasiun Balapan, Didi Kempot (Jawa Tengah)
- Anging Mamiri, Sulawesi Parasanganta (Sulawesi Selatan)
- bulu londong, malluya, io-io, ma'pararuk (Sulawesi Barat)
Musik
- Jakarta: Keroncong Tugu.
- Maluku :
- Melayu : Hadrah, Makyong, Ronggeng
- Minangkabau :
- Aceh :
- Makassar : Gandrang Bulo, Sinrilik
- Pesisir Sibolga/Tapteng : Sikambang
Alat musik
- Jawa: [[Gamelan][kendang jawa]].
- Nusa Tenggara Timur: Sasando, Gong dan Tambur, Juk Dawan, Gitar Lio.
- Gendang Bali
- Gendang simalungun
- Gendang Melayu
- Gandang Tabuik
- Sasando
- Talempong
- Tifa
- Saluang
- Rebana
- Bende
- Kenong
- Keroncong
- Serunai
- Jidor
- Suling Lembang
- Suling Sunda
- Dermenan
- Saron
- Kecapi
- Bonang
- Kendang Jawa
- Angklung
- Calung
- Kulintang
- Gong Kemada
- Gong Lambus
- Rebab
- Tanggetong
- Gondang Batak
- Kecapi, kesok-Kesok Bugis-makassar, dan sebagainya
Gambar
Patung
- Jawa: Patung Buto, patung Budha.
- Bali: Garuda.
- Irian Jaya: Asmat.
Pakaian
- Jawa: Batik.
- Sumatra Utara: Ulos, Suri-suri, Gotong.
- Sumatra Utara, Sibolga: Anak Daro & Marapule.
- Sumatra Barat/ Melayu:
- sumatra selatanSongket
- Lampung : Tapis
- Sasiringan
- Tenun Ikat Nusa Tenggara Timur
- Bugis - MakassarBaju Bodo dan Jas Tutup, Baju La'bu
Suara
- Jawa: Sinden.
- Sumatra: Tukang cerita.
- Talibun : (Sibolga, Sumatera Utara)
Sastra/tulisan
- Jawa: Babad Tanah Jawa, karya-karya Ronggowarsito.
- Bali: karya tulis di atas Lontar.
- Sumatra bagian timur (Melayu): Hang Tuah
- Sulawesi Selatan Naskah Tua Lontara
- Timor Ai Babelen, Ai Kanoik